EKSPLORASI CADAS GANTUNG GUNUNG MANGLAYANG

Disadur dari blog saudara kita Sena Wiratama (182) http://senawiratama.wordpress.com/2013/07/16/eksplorasi-cadas-gantung-gunung-manglayang/ 

“Gunung Manglayang terletak di antara Kab. Sumedang dan Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Ketinggiannya sekitar 1600 mdpl. Pemandangannya cukup indah, namun karena relatif kecil, sehingga kurang dikenal oleh pendaki-pendaki gunung pada umumnya. Untuk mendaki gunung ini ada beberapa jalur yang bisa digunakan yaitu melalui Bumi Perkemahan atau Wanawisata Situs Batu Kuda (Kab. Bandung), Palintang (Ujung Berung, Kab. Bandung), Baru Beureum/Manyeuh Beureum, Jatinangor (wikimapia.org).

Jika dilihat dari arah Jatinangor, gunung tersebut memiliki satu bagian sisi yang cukup menarik dan membuat penasaran. Salah satu bagian sisi tersebut terlihat seperti tebing yang berwarna putih. Setelah diselidiki ternyata tebing yang saya maksud mempunyai nama lokal “cadas gantung” (bahasa Sunda) yang kurang lebih berarti semacam tebing yang menggantung. Kenapa menggantung? Karena menurut penuturan salah satu warga cadas tersebut terlihat seperti terpisah dari lingkungan sekitarnya. Seperti tembok/benda yang menggantung bukannya menempel.

Berangkat dari rasa penasaran dan kebutuhan untuk terus memperbaharui dan melatih kemampuan diri sebagai anggota Unit SAR Unpad itulah saya memutuskan untuk mengeksplorasi cadas gantung tersebut dengan harapan tempat tersebut juga dapat dijadikan medan untuk berlatih anggota unit yang lainnya.

Akhirnya pada hari Jumat tanggal 28 Juni 2013 saya memiliki kesempatan untuk mengeksplor cadas tersebut bersama dengan 3 teman lainnya sehingga anggota tim yang berangkat berjumlah 4 orang yaitu ; saya sendiri Sena Wiratama, Aditya Pratama, Satriyo Giri, dan Dian Nursyamsiah.

Setelah tim terbentuk kami langsung melakukan persiapan, ada yang menyiapkan konsumsi, alat vertical, alat navigasi, tenda, alat masak dan lain-lain.

ascender, carabiner, webbing, autostop

ascender, carabiner, webbing, autostop

harness petzl

harness petzl

tali statis

tali statis

kompas, peta, alat tulis

kompas, peta, alat tulis

Setelah semua siap kami langsung berangkat menuju Baru Beureum dari kampus Unpad Jatinangor. Baru beureum merupakan kaki gunung manglayang yang biasa dijadikan tujuan camping, disana terdapat area yang agak luas yang bisa digunakan untuk mendirikan tenda serta terdapat juga warung yang biasa dipanggil warung ema, dan ada juga tempat pembibitan.

Kami sampai baru beureum menjelang magrib, kemudian kami istirahat sejenak lalu melanjutkan perjalanan sekitar pukul 18.30 menuju puncak prisma yang diduga merupakan puncakan dari lereng cadas gantung.

Perjalanan menuju puncak prisma ditempuh selama kurang lebih 2,5 jam dengan jalur yang curam dan licin. Sesampainya di puncak prisma kami langsung membagi tugas, Satriyo dan Dian mendirikan tenda dan menyiapkan makanan, sedangkan saya dan Aditya mencari kayu bakar untuk membuat perapian.

Sekembalinya saya dan Adit mencari kayu kami baru tahu ternyata bahan bakar untuk memasak tidak terbawa. Kondisi tersebut diperparah dengan kondisi bahan bakar alternative (kayu) yang mayoritas dalam keadaan basah serta tanpa adanya starter untuk membuat api seperti lilin atau paraffin yang tidak kami bawa semakin menyulitkan untuk membuat perapian untuk memasak.

Setelah orientasi medan dan inisiatif dari Satriyo akhirnya saya dan Satriyo pergi mencari kayu pinus sebagai starter untuk membuat api karena getah pinus mengandung senyawa terpene yang mudah terbakar. Sebenarnya jika diusahakan lebih lama, tanpa kayu pinus pun kami bisa membuat api, tetapi karena malam semakin larut dan kebutuhan kalori yang semakin mendesak akhirnya kami memutuskan untuk mencari kayu pinus saja.

Segera setelah kayu pinus didapat kami mulai memasak dengan perapian. Proses memasak tergolong cepat dibandingkan dengan memasak pada kompor spiritus karena panas yang dihasilkan cukup tinggi.

Satriyo dan Dian di Perapian

Satriyo dan Dian di Perapian

Aditya sedang mempersiapkan bahan masakan

Aditya sedang mempersiapkan bahan masakan

Setelah makan dan sedikit bercengkrama serta merencanakan pergerakan besok kami menikmati pemandangan lampu kota dari ketinggian puncak prisma gunung Manglayang. Tanjungsari, Jatinangor, kota Bandung dapat terlihat dari sini, di malam hari kota tersebut seperti galaksi dengan taburan bintangnya yang ditumpahkan ke bumi. Kemudian kami lanjut istirahat…

Bandung Dari Puncak Prisma

Bandung Dari Puncak Prisma

5 jam kemudian…

Udara pagi yang dingin, lampu kota yang perlahan menghilang dan digantikan oleh sang surya yang perlahan mendominasi dunia cahaya. Semua keindahan pagi hari dari persepsi kosmik dapat disaksikan dari sini, dari ketinggian gunung Manglayang.

gunung geulis dini hari

gunung geulis dini hari

Kegiatan pagi hari diawali dengan memasak kemudian sarapan, setelah itu kami melakukan survey lokasi sekitaran puncak prisma yang diduga tempat keberadaan cadas gantung. Berdasarkan hasil survey, penentuan sudut kompas, orientasi medan dan orientasi peta kami memutuskan untuk membuat lintasan kearah 140 derajat dari ujung puncak prisma.

masak pagi

masak pagi

menu sarapan pagi : ubi goreng

menu sarapan pagi : ubi goreng

orientasi medan

orientasi medan

Lintasan yang dibuat yaitu lintasan single rope statis untuk rappelling dan ascending. Adapun panjang lintasannya yaitu 100 meter.

Anggota tim yang turun/rappelling yaitu Satriyo dan saya, kami turun secara bergantian, sedangkan Adit dan Dian standby di basecamp.

tim eksplore

tim eksplore

sena dengan tali statis

sena dengan tali statis

Satriyo bersiap turun

Satriyo bersiap turun

tali lintasan descending ascending

tali lintasan descending ascending

Medan yang ditempuh selama rappelling sangat curam dengan kemiringan kurang lebih 80 derajat dan di beberapa titik sampai 90 derajat. Vegetasi yang berupa semak belukar dan tanaman perdu mendominasi jalur sepanjang lintasan, memang dari hasil pengamatan awal untuk mencapai cadas tersebut akan melewati vegetasi terlebih dahulu. Selain itu substrat sepanjang jalur juga didominasi oleh batuan yang mudah terlepas.

Vegetasi yang sangat rapat tersebut juga menyulitkan orientasi medan sehingga sudut lintasan yang seharusnya kea rah 140 derajat melenceng kea rah 145 derajat dan setelah 80 meter rappelling ke bawah kami belum juga menemukan tanda-tanda akan keberadaan cadas gantung tersebut dan kebetulan di 80 meter tersebut ada sedikit ruang pandang untuk orientasi dan disana kami menyadari bahwa kami sudah melenceng dari sudut awal yang direncanakan.

Akhirnya kami memutuskan untuk naik ke atas dengan metode single rope technique (SRT). Penggunaan SRT pada medan seperti ini tidak lebih mudah dibandingkan dengan medan yang menggantung karena kemiringan dan substrat seperti ini sangat sulit untuk didaki begitu pun system SRT akan lebih sering bergesekan dengan substrat sehingga proses ascending lebih ke setengah mendaki setengah SRT.

Setelah kami sampai di atas kami dikejutkan oleh laporan tim basecamp bahwa mereka menemukan bunga edelweiss, setelah saya lihat secara langsung memang benar itu bunga edelweiss seperti yang pernah saya lihat di tempat lain.

edelweiss

edelweiss

edelweiss

edelweiss

Keberadaan bunga tersebut cukup membuat saya terkejut karena sebelumnya saya belum pernah mendengar laporan tentang adanya edelweiss di gunung Manglayang. penemuan kami akan keberadaan bunga tersebut seolah menyiratkan bahma hanya sedikit yang kami ketahui, untuk itu teruslah mengeksplorasi.

Setelah cukup istirahat, kami packing lalu kemudian turun menuju baru beureum. Di baru beureum kami istirahat sejenak di warung ema sambil mendengarkan cerita tentang mitos gunung manglayang dari abah.

istirahat sejenak di warung ema

istirahat sejenak di warung ema

Perjalanan kami lanjutkan menuju sekre SAR Unpad, sesampainya disana kami beres-beres kemudian lanjut bersantai sambil bercerita…

Cadas gantung belum kami temukan, tetapi perkiraan lokasi sudah diketahui, lintasan harus sesuai dengan sudut yang diperkirakan, sehingga diperlukan eksplorasi kedua untuk menemukannya.”